Selasa, 29 Maret 2011

Perkembangan Kerajinan Keramik Plered

Keramik sebagai bentuk kerajinan sudah nampak pada jaman kolonial Belanda, mulai tahun 1795 yang pada saat itu di sekitar Citalang ada lio-lio (tempat pembuatan genteng dan batu bata). Sejak itulah rumah-rumah rakyat yang semula beratap ijuk, sirap, daun kelapa atau alang-alang di sekitar Plered dan di Kabupaten Karawang mulai diganti dengan atap genteng bahkan di sekitar Anjun (Panjunan) sudah dimulai pembuatan gerabah/tembikar. Mulai tahun 1935, produk gerabah yang diglasir di Plered menjadi industri rumah tangga. Pada tahun tersebut, terdapat perusahaan Belanda yang membuka pabrik glasir bernama Hendrik De Boa di Warung Kondang, Plered.

Pada jaman kolonial Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya harus bekerja sebagai romusha, utamanya di sekitar kaki Gunung Cupu dan Ciganea. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Toki Kojo. Kendati demikian perusahaan tersebut tetap berjalan.
Pada masa kemerdekaan, produksi gerabah dan keramik di Plered nyaris terhenti sama sekali karena keterlibatan penduduk dalam gerakan perjuangan. Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 29 Desember 1949, keadaan di Plered berangsur baik, sehingga produksi gerabah dan keramik mulai bangkit kembali ditandai dengan Bung Hatta membuka resmi Induk Keramik yang gedungnya dekat Gonggo pada 1950. Pada masa itu mesin-mesin didatangkan dari Jerman lantas mencapai masa kejayaannya karena produktivitasnya relatif tinggi. Di samping itu Induk Keramik berjasa dalam membimbing industri rumah tangga hingga berkembang pesat.

Kiwari seiring dengan perkembangan jaman dan pergeseran paradigma, tengah terjadi pembenahan dalam penerapan rekayasa desain, teknologi dan manajemen yang dilakukan secara koordinatif antara Kelompok Kerja Klaster Industri Kerajinan Keramik Plered yang berada di bawah binaan Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Departemen Perindustrian bekerja sama dengan UPTD Litbang Keramik Plered sebagai instansi di bawah Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Purwakarta didukung secara akademis oleh Tim HI-LINK yang merupakan satgas kemitraan perguruan tinggi bagi masyarakat pengrajin dari FSRD-Institut Teknologi Bandung.

Kondisi terkini adalah tercatat sekitar 264 unit usaha yang mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan nilai produksi berkisar 8,5 milyar rupiah. Produksinya diekspor ke berbagai negara di antaranya : Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Belanda, Kanada, Saudia Arabia, Amerika Serikat dan Amerika Latin, Inggris, Spanyol, Italia dan berbagai negara mancanegara lainnya.

Sabtu, 26 Maret 2011

LIST PRODUK KERAMIK PLERED UPDATE 2011



 

PERJALANAN EKA SAPUTRA JAYA KERAMIK


 






    3. Pameran National Marchandise




SEJARAH KERAJINAN KERAMIK PLERED

Potensi peluang usaha yang menjanjikan !

Sekilas Sejarah Keramik Plered
Palered adalah nama daerah di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat dengan luas wilayah 91.172 Ha. Sejarah Palered tidak lepas dari sejarah keramik dan perjuangannya, dimana wilayah Palered, Cirata, Gandasoli, dan Citalang termasuk kota atau desa tua di Kabupaten Purwakarta. Sejarah Palered dan keramik sudah ada sejak jaman Neolitikum. Pada jaman tersebut sudah ada penduduk yang berdatangan menyusuri sungai Citarum ke daerah Cirata. Dari hasil penggalian di daerah ini ditemukan peninggalan dari batu kapak persegi, alat untuk menumbuk dari alu dan batu, termasuk ditemukan belanga dan periuk dari tanah liat, juga ditemukan adanya Panjunan (Anjun) tempat membuat keramik.
Asal muasal nama Palered mempunyai beragam versi diantaranya nama tersebut berasal dari masa tanam paksa dimana pada waktu itu daerah ini merupakan tempat penanaman kopi yang hasilnya diangkut dengan pedati-pedati kecil yang ditarik oleh kerbau (disebut PALERED dan selanjutnya berkembang menjadi “PLERED”) pedati mengangkut kopi tersebut terbuat dari papan kayu baik roda maupun pedatinya sehingga kuat sekali ketika melewati jalan berlumpur. Pengangkutan kopi tersebut menuju Cikao Bandung/Jatiluhur yang selanjutnya diangkut menggunakan rakit ke Tanjung Priok menyusuri sungai Citarum.
Cerita lain yang tidak kalah menariknya adalah tentang asal usul nama sebuah kampung di Desa Plered yang merupakan pusat pembuat keramik di desa itu, yang bernama “Anjun”. Ada beberapa pendapat tentang asal-usul nama Anjun itu.
Ada yang mengatakan bahwa kata “Anjun” itu adalah kependekan dari kata “Panjunan” yaitu tempat orang membuat “Jun”. Kata “Jun” menurut kamus Bausastra Jawa karangan S. Prawiro Atmojo mempunyai arti “Buyung”. Jadi menurut asal katanya, Paanjun atau Panjunan itu adalah tempat orang membuat buyung atau wadah/penyimpan air. Hal itu sama dengan arti di dalam kamus yang lain seperti Kamus Umum Basa Sunda, yang menyebutkan bahwa “Anjun” adalah “tukang nyieun gagarabah”.
Yang lain mengatakan bahwa kata “Anjun” itu berasal dari nama seorang pangeran yang berasal dari Cirebon “Panjunan”, menurut cerita rakyat itu demikian.
Konon pada jaman dahulu, sejaman dengan permulaan agama Islam masuk ke tanah Jawa, seorang pangeran dari kesultanan Kanoman Cirebon yang bernama Panjunan menyebarluaskan agama Islam ke berbagai daerah di Jawa Barat, sambil mengajarkan keahliannya membuat barang-barang keramik kepada para pengikutnya di daerah yang ia kunjungi. Siapakah sesungguhnya pangeran itu?
Di beberapa daerah khususnya di Jawa Barat, namanya diabadikan di sentra-sentra pembuatan keramik antara lain di Cirebon dan Plered ada “Kampung Anjun”, di Karawang ada kampung “Anjun Kanoman”. Sahdan menurut sejarahnya :
Hampir kebanyakan para pembuat keramik di daerah-daerah tersebut menganggap pangeran ini sebagai tokoh legendaris yang perlu dihormati dan dikeramatkan.
Mengingat bahwa Pangeran Panjunan pernah hidup sejaman dengan Sunan Gunung Djati yaitu di sekitar abad ke-15. Ini memberikan suatu indikasi bahwa tradisi pembuatan keramik di beberapa sentra di Jawa Barat telah ada jauh sebelum kedatangan bangsa Belanda.
Cerita lainnya mengenai keramik Plered sebagai bentuk kerajinan, sudah tampak sejak jaman penjajahan Belanda yang sekitar tahun 1795 dimana sekitar Citalang ada Lio-lio (tempat pembuatan genteng dan batu batu), dari sejak itu rumah penduduk yang semua beratap ijuk, sirap, daun kelapa dan alang-alang berubah menjadi genteng. Bahkan disekitar Anjun (Panjunan) sudah dimulai pembuatan gerabah/tembikar. Mulai tahun 1935, gerabah menjadi industri rumah tangga dan pada tahun yang sama pula ada perusahaan Belanda yang membuat pabrik besar bernama Hendrik De Boa di Warungkandang, Plered.
Pada jaman penjajahan Jepang, kerajinan keramik mengalami kemunduran akibat penduduknya bekerja sebagai romusha, terutama sekitar Ciganea dan Gunung Cupu. Sedangkan pabrik De Boa dikuasai dan diganti namanya menjadi Kaki Kojo, tetapi perusahaan tersebut tetap berjalan. Pada masa kemerdekaan produksinya nyaris terhenti karena keterlibatan penduduk dalam perjuangan hingga tanggal 29 Desember 1945 berangsur bangkit dan mulai bangkit, apalagi sejak tahun 1950 Bung Hatta membuka resmi induk keramik yang gedungnya dekat Gonggo, Plered. Dimana pada saat itu didatangkan mesin-mesin dari Jerman dan mencapai masa kejayaan karena produksinya relatif tinggi, selain itu induk keramik tersebut berjasa dalam membimbing industri rumah tangga hingga berkembang pesat.
Data lain menyebutkan, dari tokoh masyarakat Palered Bapak Darma Kapal bahwa kerajinan keramik ada sejak tahun 1904, dimana pada waktu itu sudah dibuat gerabah kasar untuk kebutuhan rumah tangga dengan tokohnya Ki Dasjan, Sarkun, Aspi, Entas, Warsya dan Suhara. Sampai generasi sekarang banyak mengalami kemajuan hingga tahun 2004/2005 sudah terdapat sekitar 164 unit usaha dengan mempekerjakan sekitar 3000 orang dengan nilai produksi berkisar 8,5 milyar. Produksinya selain untuk permintaan pasar lokal juga diekspor keberbagai negara diantaranya ke Jepang, Taiwan, Korea, Australia, New Zealand, Belanda, Kanada, Saudi Arabia, Amerika Serikat dan Latin, Inggris, Spanyol, Italia dan mancanegara lainnya.

KERAMIK PLERED

1.Data Keramik Hias Plered Tahun 2003/2004/2005.

Jumlah Unit Usaha : 268 Unit
Jumlah Tenaga Kerja : 3.000 Orang
Jenis Produk : Aneka Keramik Hias dan Pakai (Vase, Pot, Guci, Tungku Keramik, Celengan, Meja Kursi dll).
Pasar Lokal : Ibu Kota Jakarta, P. Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara.
Kapasitas Produksi/tahun : 7.200.000 buah
Nilai Produksi : Rp. 17.500.000.000,00
Nilai Ekspor tahun 2005 : Rp. 9.500.000.000,00
Negara Tujuan Ekspor : Amerika Serikat, Kanada, Inggris,Itali, Spanyol, Belanda, Amerika Latin, Australia, New Zealand, Prancis, Korea, Taiwan, Jepang, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab dan manca negara lainnya.

2.Data Keramik Bata dan Genteng Plered Tahun 2000.

Jumlah Unit Usaha : 250 Unit
Jumlah Tenaga Kerja : 16.850 Orang
Jenis Produk : Genteng, Bata, Keramik Beton, Roster
Nilai Investasi : Rp. 5.674.000.000,00
Nilai Produksi : Rp. 44.908.000.000,00

3.Data dari Departemen Perindustrian RI Th. 2005 tentang Industri Keramik Hias/Gerabah di Indonesia.

Jumlah Perusahaan : 08.094 (UU)
Kapasitas : 37.523.000 Ton
Nilai Produksi : Rp. 787.696.000.000,00
Utilisasi : 60 – 70 %
Ekspor : US $ 14.098.348
Impor : US $ 2.419.977
Jumlah Tenaga Kerja : 125.946 Orang


Data sumber Litbang Keramik Disperindag & PM Kab. Purwakarta Jawa-Barat Th. 2006/2007